Minggu, 22 Juli 2012

A Love That Can Be

.

.

Di luar anggapan orang, aku bukan orang yang senang merusak kebahagiaan orang lain. Namun… ketika kebahagiaan itu begitu mencekik hatiku…

Hari ini adalah hari bahagia bagi kekasihku dan mempelai prianya. Pria yang telah lama mengejarnya, dan tanpa basa-basi menangkap kasihku ketika kami mengalami krisis.

Kurasa itu semua kesalahanku yang entah darimana mendapatkan ide bodoh bahwa kami tidak layak—aku tidak layak bersamanya dan sebagai hasilnya mendorongnya menjauh dari sisiku.

Aku menyusup masuk diam-diam dan menyaksikan keluarga berambut berantakan itu berlalu lalang, sibuk memastikan event hari ini sempurna, atau menyapa para penyihir yang datang. Cengiran bahagia terpatri di wajah mereka. Bahkan si manusia-serigala, tidak seperti biasanya, tidak memasang wajah sendu dan berpakaian lusuh, alih-alih ia berkeliaran menyapa teman Gryffindornya yang juga hadir hari ini.

Dari dalam, kudengar suara mempelai kekasihku, berteriak bahwa warna bunganya salah dan menuntut agar segera dicari pengganti yang diinginkannya. Aku tanpa suara masuk ke dalam ruangan tempatnya berada, mendengar desahan Sirius Black yang berdiri di sebelahnya, rupanya mendapat kehormatan untuk menjadi pendamping pria.

“Oh, Jamie, sabar sedikit, bukan salahnya bunga lilynya warna pink. Bukannya kau yang memutuskannya.” Black memijat-mijat pelipisnya, pakaian dan penampilannya tampaknya siap sudah sejak berjam-jam lalu. Si anjing kudisan itu mengerutkan keningnya, mungkin mempertimbangkan untuk meminum Ramuan Penenang atau sejenisnya, namun tampaknya menyingkirkan ide itu, karena ia mendesah lagi. Tampaknya bahkan ia tak sanggup lagi menghadapi kelakuan Potter, walaupun dia sahabatnya.

James Potter, mendelik tajam ke arah Black, lalu menjawab ketus, “Aku ingin semuanya sempurna untuk pernikahanku dengan Lily!” Ia mengacak rambut hitamnya yang tadinya tertata, hingga kembali mencuat di bagian belakang seperti biasanya. Black nampak menahan diri untuk tidak mengutuk Potter, sementara yang bersangkutan hanya bersungut-sungut.

Tiba-tiba matanya menajam mengarah ke ambang pintu, dekat tempat aku berdiri, dan sejenak aku membeku, ngeri membayangkan Mantra Penyamarku tersingkap. Tetapi kemudian ia membentak, “Bunga itu sudah layu. Aku tidak mau bunga layu di pernikahanku. Cepat ganti!” Penyihir yang melintas membawa bunga melompat beberapa belas sentimeter dari tanah, terkejut, sebelum buru-buru bergegas pergi dengan wajah merona untuk mengganti bunga yang dibawanya. Black memutar bola matanya, lalu mendesah lagi.

Dari sedikit yang kusaksikan, aku sudah merasa tenagaku terkuras, membuatku lemas. Aku keluar dari ruangan itu, tak sadar dan tak peduli bahwa kakiku membawaku ke bagian belakang gedung, dan keluar dari pintu belakang gedung besar ini.

Hal ini tidak seperti yang kubayangkan, atau kuharapkan. Dan kurasa bukan seperti yang Lily-ku bayangkan atau inginkan. Aku mengacak rambut hitamku—sesuatu yang di kemudian hari kusangkal dengan kukuh—dan bertanya-tanya dalam hati ramuan apa yang kuminum ketika aku berpikir bahwa Lily Evans tidak pantas bersanding denganku, atau bahwa ia akan peduli dengan pandangan teman-temannya Dunia Sihir—yang moodnya setara dengan gadis remaja di ‘waktu bulanan’-nya—yang plin-plan, satu detik memujanya atas kesuksesan penelitiannya di bidang Ramuan atau Mantra, di saat berikutnya menuduhnya macam-macam karena ‘bersekongkol dengan ular licin’.

Saat itu, kurasa aku berpikir bahwa hidupnya tanpaku akan lebih tenang, lebih normal seperti yang kutahu selalu diinginkannya. Kubayangkan ia akan memiliki suami yang baik dan mencintainya, memiliki seorang putra barangkali, atau tiga orang anak dengan kepribadian mereka masing-masing, Lily akan tersenyum di pagi hari ketika menyaksikan suaminya berangkat kerja, lalu ia akan berjinjit untuk mencium keni—kurasa aku tidak mau lagi membayangkannya.

Tapi dari bukti yang kulihat di dalam, heh, kurasa aku memang tidak bisa berharap banyak dari seorang Potter. Si mata-empat akan menghancurkan Lily-ku dengan tingkahnya yang menjengkelkan seperti tadi. Aku tidak pernah suka padanya. Mungkin dia menyebalkan, tapi dia selalu bersikap manis pada Lily, dan dia bisa melindungi dan membahagiakan Lily dalam semua cara yang bisa kupikirkan, kupikir ia bisa diterima bersanding dengan Lily, apapun untuk kebahagiaan Lily-ku.

Sepertinya aku salah menilainya. Nah, jadi bukan tanpa alasan kan aku tidak suka padanya. Potter pasti bukan seperti yang Lily bayangkan juga. Tapi kurasa tidak ada yang bisa kuperbuat sekarang. Aku yang sudah menyia-nyiakan kesempatanku.

Kututup mataku, dan aku bersandar ke tembok sebelah pintu belakang. Aku menggoda inderaku, membayangkan bahwa Lily akan melewati ambang pintu di sebelahku, setelah ia melarikan diri dari pernikahannya sendiri tanpa mengucapkan sumpah setianya, dan tertegun ketika melihatku menunggunya di sini. Ia akan spontan memelukku yang  juga mematung, dan setelahnya matanya yang cerah menatapku dalam-dalam, selalu mempercayai dan memaafkanku. Lalu aku tidak akan tahan lagi dan berucap maaf dengan suara parau, memintanya mendengarkanku sekali ini saja, untuk mengetahui alasanku, dan setelahnya ia boleh memutuskan apa yang akan ia lakukan padaku. Ia akan menghujani wajahku dengan kecupan manis dan kami akan meninggalkan tempat ini sebelum ada yang menangkap basah kami berdua.

Kudengar suara di sekitarku meredup, dan kubuka mataku, disambut dengan pemandangan tanpa Lily, tanpa kecupan dan mata cerahnya. Mengabaikan perasaan kecewa dan merana yang menggelembung di dadaku, kudeduksi menghilangnya suara orang beraktivitas adalah karena semua orang telah berpindah ke aula di depan di mana pernikahan akan berlangsung. Aku kembali terserang dilema, bisakah aku menyaksikannya?

Pikiranku berkecamuk, namun ternyata kakiku sudah membuat keputusan lebih dulu dari nalarku, karena ia sudah melangkah tanpa izinku menuju ke depan gedung, aku masuk dari pintu di bagian belakang aula tanpa melepas Mantra Penyamarku.

Kulihat pasangan calon pengantin berjalan lamban menuju altar diiringi organ tua mengalunkan melodi pernikahan, dalam balutan putih senada. Potter melangkah seakan ia Perdana Mentri Inggris, mengacungkan dagunya di udara dan mengumbar senyum ala Lockhart, si penulis baru populer berwajah tolol yang selalu mengumbar senyum menyilaukan di setiap sampul bukunya. Sementara Lily, matanya diam-diam menyapu para hadirin.

Aku setengah menghibur diriku bahwa ia mencariku, berharap melihatku berdiri di antara mereka untuk menjemputnya kembali ke sisiku, atau mungkin kemungkinan terburuk di pikirannya, untuk mengucapkan selamat tinggal dan menyelamatinya. Sayang sekali, pikirku pahit, calon suamimu tidak mengundangku.

Tentu saja, mana mungkin ia mengundangku, walaupun ia tidak tahu bahwa sebelumnya aku memiliki hubungan romantis dengan Lily, di mata mereka aku dan Lily sedang bertengkar hebat tanpa salah satu dari kami sempat meengucap maaf, semua karena aku mengatakan aku tak pantas untuknya. Yang tersebar pada public adalah kejadian setelahnya, ketika aku menyebut Lily ‘Darah Lumpur’ agar ia membenciku dan semakin mudah melepasku, tindakan yang sangat kusesali. Kalau para Marauder tahu mungkin mereka akan mengikatku dan mengurungku di ruangan terkunci agar aku tidak bisa merusak ‘peristiwa bahagia’ ini, atau semacam itu.

Kutatap Lily lekat-lekat, mencoba mencari sesuatu di ronanya. Namun ia seperti kanvas yang kosong, tersapu bersih dari ekspresi apapun yang mungkin memberiku petunjuk akan perasaannya yang sesungguhnya tentang semua ini. Bahkan matanya, yang selalu menjadi jendela jiwanya dan selalu terbuka untukku, lebih redup dan tertutup dari yang pernah kulihat selama ini.

Tanpa kusadari, mereka sudah sampai di depan penghulu, dan musik telah berhenti bergaung.

Aku mendengar penghulu berkata, “Bila ada yang keberatan dengan pernikahan ini, majulah sekarang, sebelum kita melanjutkan lebih jauh dan semuanya tidak bisa diubah lagi, karena sihirlah yang akan mengikat mereka.”

Aku menahan napas mendengarnya. Keheningan melanda, tak ada yang berbicara, sunyinya seakan mencekikku. Aku sekali lagi membayangkan diriku berdiri di tengah mereka, berdiri perlahan dan mengangkat tanganku yang bergetar.

Tetapi aku kini berada di di bagian belakang ruangan, di balik Mantra Penyamar, menatap tercekam pernikahan kekasihku berlangsung. Otakku beku, apa yang harus kuperbuat?

Aku tak mau kehilangannya, batinku tiba-tiba di tengah kebingunganku, ini kesempatan terakhirku. Aku bersiap menyingkirkan iilusiku dan mengangkat tanganku, namun sebelum tongkatku sempat terangkat, penghulu meneruskan tugasnya. “Baiklah, karena tidak ada yang keberatan, kita lanjutkan prosesinya.” Napasku kembali tercekat, otakku berdesing panik.

Bagaimana ini, selanjutnya apa? Haruskah aku melanjutkan protesku? Atau haruskah kubiarkan ia melangkah pergi, melanjutkan kehidupannya tanpaku di sisinya? Akan bisa bahagiakah ia, atau akankah ia merasa merana seperti yang pasti akan kualami di sisa hidupku? Samar-samar kudengar penghulu mengucapkan pertanyaan sakralnya, tetapi yang kulihat hanyalah wajah Lily, khidmat dan pasif, seakan ia berada jauh dari tempat ini. Apakah ia masih mencintaiku setelah semua kesedihan yang kutimpakan padanya sejauh ini? Akankah ia masih mencintaiku?

Suatu kilatan di matanya menjawab semua pertanyaanku.

Kepasrahan.

Aku tak peduli bila aku telah melanggar ritual yang sakral, atau merusak kebahagiaan banyak penyihir lain. Yang kuinginkan hanya Lily.

“—apakah kau bersedia?”

Jantungku berdetak kencang. Mereka sudah sampai ke bagian itu! Aku tidak punya waktu lagi!

Sunyi senyap, bahkan derik serangga atau desik dedaunan tak terdengar satupun. Semua undangan menahan napas mereka, menanti jawaban yang akan mengikat kedua mempelai seumur hidup mereka. Kalimat ‘ya, aku bersedia’ yang mereka tunggu-tunggu dan aku takutkan. Tanpa kata aku mengangkat ilusiku, siap menyatakan protesku, sebelum semuanya terlambat.

“Tidak.”

Jawaban itu membekukan semua hadirin. Termasuk aku. Namun aku segera menemukan suaraku, parau, namun tidak bergetar sedikitpun, “Lagipula aku masih harus mengajukan keberatanku.”

Semua pandangan teralih padaku, termasuk Lily yang menoleh begitu cepatnya aku bersyukur tidak mendengar suara retakan tanda lehernya patah. Ekspresi para penyihir yang hadir bervariasi dari ngeri, terkejut, hingga murka. Namun mataku hanya tertuju pada Lily, yang matanya melebar tak percaya. Aku setengah terhipnotis oleh kilau emerald yang telah lama tak kuselami.

.

.

Severus berjalan dengan langkah penuh percaya diri, derap tiap langkahnya menggaung di ruangan besar itu. Tak sekalipun ia melepaskan pandangannya dari Lily yang menjadi tujuannya. Tak sedetikpun dihiraukannya ekspresi tak percaya bercampur geram mempelai pria di sebelah kekasihnya.

Yang ia pedulikan hanyalah dua bulir hijau setelah berhenti melebar, yang kini bersinar lagi setelah sebelumnya selalu redup.

Severus Snape bukanlah orang yang senang menghancurkan kebahagiaan orang lain, ataupun menerobos menginterupsi pernikahan seseorang. Tetapi ia takkan merelakan Lily-nya lepas dari pelukannya. Takkan pernah lagi.

“Bicara, sekarang.”

Setelah kilau kebahagiaan dan kelegaan dilihatnya sekali lagi terlintas di mata Lily, Severus mengalihkan pandangannya tak gentar pada Albus Dumbledore si penghulu, yang menatapnya tegas dari balik kacamata setengah bundarnya. Ia merasakan jari-jari hangat menyisip ke jemarinya, meremas tangannya, dan ujung-ujung bibirnya sedikit tertarik ke atas. Ia tak menyangsikan sedikitpun di wajah kekasihnya terlukis ekspresi yang identik.

Mereka akan menghadapi ini bersama.

Seperti sebelumnya.

Dan untuk seterusnya, selama sisa hidup mereka. Hingga akhir.

.

.

Baby, I didn’t say my vows,
So glad you were around
When they said, "Speak now".

.

.

The end.

A/N. Kekasihku di sini tidak menyatakan signifikansi hubungan. Karena kan mereka sudah break-up sebelumnya. Kekasihku menyatakan perasaan yang masih terpendam bahkan setelah semua hubungan diputuskan. Kasarnya sih, my beloved.

James kelihatan jahat/menyebalkan/angkuh ya di sini. Tapi itu cuma pendapat Sevvie. Sebetulnya Jemsie ga seperti itu… mungkin. Who knows :P. Tapi di sini dia membentak-bentak dan terlihat frustasi di ruang rias/ganti karena dia gugup di hari pernikahannya. Siapa yang tidak mau pernikahannya sempurna, atau tidak gugup di hari terpenting di kehidupannya, ya kan? 

NB: Coba dengarkan Speak Now (Taylor Swift) selama/setelah baca fic ini :D.

THE END;07.44
_________________

PROFILE

Photobucket

second.hand.of.time; female; sagitarius;


RANDOM LINKS

{me @ ff.net}


MY FANFICS

HARRY POTTER FF

{a love that can be (severus/lily)}
{my last breath (lily evans)}
{rumah (severus/harry)}
{insecurity (severus/lily)}
{my devotion for you (severus/lily)}
{a love that can never be (draco/harry)}

KUROSHITSUJI FF

{sharing sorrow: the once cold birthday (sebastian/ciel)}
{cute (sebastian/ciel)}
{butterfly (sebastian/ciel)}
{a butterfly's lament (sebastian/ciel)}

DETECTIVE CONAN FF

{always (ran mouri)}
{when did i fall in love with you? (ai haibara)}
{wajah sang bulan (conan/ai)}

TWILIGHT FF

{to let you go (edward/bella)}

MAXIMUM RIDE FF

{a drop of hope (fang/max)}

FF.NET: LOTR

LEGOLAS

{elves are not perfect (T)}
{until we meet again{T}}

{flashes of light, rulers of fates (T)}
{a destined journey (T)}

{protecting the fellowship (T)}
{the road goes ever on (T)}

{lady of the book 1} {2} {3} (T)

{after the glitter fades (K)}
{the return of the princess (K)}

{irulan 1} {2} (K+)

{the daystar (K+)}

{impression}

ELROHIR/ELLADAN

{remember (K+)}
{time transcended {K+}}

GLORFINDEL

{ancient languages (T)}

HALDIR

{finding the dream}


Designer


Photobucket

Powered by Blogger

Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.com Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.comGet awesome blog templates like this one from BlogSkins.com